Bahaya 'Jejak Super Digital' pada Jejaring 'Big Data Semesta'


Tentang Tabungan Super Digital atau Supra Digital

Kehidupan sebenarnya mempunyai sensor mahacanggih yang bisa mendeteksi apapun yang terjadi di alam ini. Daun yang jatuh, pergerakan bumi, letupan magmatik, sampai jentik-jentik yang terdapat pada botol air mineral di halaman rumah, semuanya tersimpan di data semesta. Tentu saja, termasuk juga segala isi hati, niat, rasa marah, cemburu, kata-kata dan perbuatan. Semuanya tersimpan di dalam sebuah 'server kehidupan', yang di dalamnya terdapat segenap data catatan amal. Tabungan amal tersebut mirip seperti algoritma instagram, facebook, google, shopee atau yang lainnya. Sebagai algoritma, ia akan berpengaruh pada kehidupan kita.

Konsep mengenai super digital di dalam tulisan ini sebenarnya tidak ada referensinya. Konsep ini dibuat oleh saya sendiri, untuk membedakannya dengan pengertian digital yang sudah ada. Karena belum ada pengetahuan, saya sebut saja super digital.

Bagi pembaca yang mempunyai referensi lebih pas, boleh berikan komentar di bawah artikel ini. Kalau tidak setuju, atau merasa bahwa saya mengada-ada, silakan pula menyampaikan tanggapan.

Kita semua merdeka, untuk setuju ataupun tidak.

Konsep 'tabungan super digital' itu untuk keterhubungan semesta. Keterhubungan antara langit dan bumi, keterhubungan antara manusia dengan tanah, air dan udara. Keterhubungan antara getaran di dalam dada dengan gelombang di luas samudera. Keterhubungan antara rasa sedih seorang anak dengan gelisahnya seorang ibu yang mungkin nun jauh di sana. Semua itu ada yang menghubungkannya, berupa data-data yang terkoneksi secara ajaib, telah berlangsung sejak dulu kala, dan merupakan 'algoritma data semesta'.

Hati-hati dengan Sumpah

Masih kurang jelas, ya? Agar lebih jelas, kita perlu masuk ke dalam contoh peristiwa pada kehidupan nyata.

Begini kisahnya. Seorang tokoh masyarakat dari Aceh, anggota DPD RI periode pertama yang merupakan kenalan baik saya, bercerita tentang dua peristiwa yang terjadi di daerahnya. Kedua peristiwa tersebut terjadi puluhan tahun silam, di mana ada dua orang warga yang bersumpah pada waktu yang berbeda. Seorang di antaranya bersumpah, ia tidak akan memakan makanan yang dikirim oleh saudaranya. Sumpah itu diucapkannya karena marah dan tersinggung oleh saudara yang menyakitinya. Dalam sumpahnya, ia menyatakan bersedia digigit buaya jika melanggarnya. Seorang yang lainnya, juga bersumpah pada saat berada di dalam keadaan marah. Karena sebuah alasan tertentu, ia menyatakan berani dan sanggup diterkam harimau jika melanggar sumpahnya. Kedua sumpah sama-sama diucapkan pada saat marah, dan sama-sama segera tersimpan di dalam 'server semesta'.

Sumpah yang terekam oleh 'server semesta' itu, terkoneksi dengan seluruh buaya dan harimau. Mungkin jika divisualisasikan maka seluruh sumpah terkirim ke alam semesta, disimpan pada daun-daun, di udara, di atmosphere, di dalam tanah, dan dipantulkan setiap saat, lalu mengoneksi ke seluruh 'jejaring data' alam raya.

Kembali pada kisah tadi. Kedua sumpah telah menjadi data yang terkoneksi dengan bangsa harimau dan bangsa buaya. Beberapa tahun kemudian, orang pertama benar-benar meninggal digigit buaya. Setali tiga uang, orang kedua pun menemui ajalnya dengan nahas, diterkam hariamau, seperti yang terucap di dalam sumpah mereka.

Peristiwa itu sayang sekali kalau tidak menjadi pelajaran penting bagi semua, bahwa kita tidak boleh bersumpah sembarangan. Apalagi di Aceh orang tidak boleh bersumpah dengan melibatkan tiga hal: harimau, buaya, dan gajah.

Keterhubungan Semesta

Pertanyaannya, siapakah yang memberi tahu buaya akan sumpah itu? Siapa pula yang memberi tahu harimau untuk mengambil orang yang bersumpah tadi, padahal yang bersumpah pun sudah lupa pada sumpahnya, sebab yang bersangkutan sedang tidur diapit oleh dua orang teman di kiri dan kanannya. Tentu saja, di dalam kepala harimau tidak ada server, dan tidak terkoneksi dengan Internet of Thing.

Sang harimau tidak ada ketika orang itu bersumpah, dan kalau pun menguping dia juga tidak bisa bahasa manusia. Sungguh keterhubungan yang super ajaib.

Kejadian itu menyadarkan saya bahwa alam bekerja menyambungkan seluruh frekuensi, lebih dari yang dibayangkan oleh manusia, jauh lebih canggih dari keterhubungan digital dalam platfotm Internet ot Thing atau Artificial Intelegence. Alam secara otomatis terkoneksi satu sama lain, jauh lebih kuat daripada konektivitas beragam device oleh jaringan internet. Alam terkoneksi dengan jaringan 'big data semesta'.

Tanpa jaringan listrik, tanpa campur tangan coding manusia.

Bisa jadi setiap partikel, setiap atom pada dasarnya bisa merekam getaran. Setiap atom oksigen yang kita hirup mencatat getaran peristiwa sedemikian detail. Setiap atom tubuh kita beresonansi dengan oksigen di semesta. Getaran doa pun dihantarkan ke semesta, bahkan sampai ke galaksi.

Algoritma sistem informasi yang super canggih di alam manusia saat ini menjadi terasa lemah dan bahkan low algoritma. Ia akan segera lumpuh jika jaringan internet putus, jaringan listrik terputus, atau kita berada di daerah blank spot. Kecanggihan yang dibayangkan, ternyata tak benar-benar keren. Kecanggihan teknologi digital manusia sebenarnya sangat rapuh, seperti sarang laba-laba. Memang terlihat kompleks, canggih, dan mewah, tetapi sesungguhnya rapuh.

Tabungan data digital hanya bisa mendeteksi apa yang kita tulis, apa yang kita tonton, dan apa yang kita nyanyikan pada aplikasi Rising Star, We Sing dan lainnya. Data digital kita juga dapat direkam oleh Google Assistance. Namun, 'big data semesta' merekam dan menabung data kita dengan jauh lebih mendalam. Ia merekam setiap langkah, setiap hembusan napas, setiap niat baik, setiap klik kebaikan, dan tentu saja setiap senyuman yang disunggingkan dengan ketulusan.

Jadi, mari perbanyak senyuman, teman. Ayo, tambah rajin memberi sedekah senyuman, sahabat. Percayalah, jika orang banyak tersenyum maka aura bahagia akan selalu terpancar dari raut wajahnya.

Penulis: Aa Subandoyo
Editor: Ox116
Judul asal: "BAHAYA JEJAK DIGITAL DAN BIG DATA YANG TERSANDERA"
Tautan: Klipaa.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kisah Kikeu

Imoel's Notes

Foto Djadoel