Dari sekian ribu mahasiswa yang memiliki hak suara, sebenarnya hanya sedikit saja yang benar-benar mengenal siapa calon yang maju untuk dipilihnya. ‘Massa mengambang’ juga tidak terlalu peduli harus memilih siapa dan karena apa. Mereka secara alami hanya mengikuti arus opini dari para jurkam (tokoh-tokoh) yang mengajaknya. Kekuatan jaringanlah yang sebenarnya lebih dominan bekerja.
Tapi, ada pengecualian. Saya menemukan seseorang yang tak begitu saja mendukung karena kedekatan atau pertemanan. Dia, satu-satunya orang yang ‘berani bertanya’. “Kenapa saya harus memilih Anda?” begitu kira-kira ujarnya. Berdesir. Ada yang menyentuh batin saya. Suaranya lembut bersahabat, tetapi hikmah yang ditaburnya begitu mendalam. Bahkan pengalaman batin itu tetap membekas hingga kini. Luar biasa.
Di balik perawakannya yang relatif kecil, ia dikenal tak sungkan bicara dan mengungkap pendapat. Aktif dan smart, itu mungkin kata-kata yang tepat. Dulu, rambutnya pendek, seolah menunjukkan pribadinya yang suka simplicity dan cepat. Kacamata adalah bagian dari identitasnya, menunjukkan kegemarannya melahap ilmu hingga di akhir hayat.
Hingga kini pertanyaannya tetap melekat dalam benak, menjadi bekal ritme kontemplasi yang berulang di setiap saat. Pada akhirnya, kita memang harus selalu bertanya tentang apa yang ada di dalam diri, apa yang pantas sebagai pencapaian diri kita. Apakah kita sudah layak untuk mendapat yang kita harap? Wallahu a’lam.... (@yoezka)
NB: Serial ‘sosok teman’ ini dibuat sedemikian rupa untuk mengenang hikmah dan keteladanan, tanpa menuliskan nama jelas tokoh yang sedang diceritakan. Mohon maaf, untuk teman-teman yang berbaik-hati meninggalkan komentar, juga tidak diperkenankan menyebutkan nama yang bersangkutan. Terima kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar