Lara Kepergian dan Temaram Kehadiran Senja

Terkejut dan berduka, itu yang pertama saya rasakan, membaca pemberitahuan Ceu Iyank pada laman group Ox92 di facebook. Ayahanda Kang Uted sudah tiada, menghadap keharibaan Allah SWT. Inna lillahi wa inna ilaihi raaji'uun. Teriring do'a, semoga beliau, Allahyarham, mendapat tempat yang mulia disisi-Nya, pula keluarga dikaruniai keikhlasan dan kesabaran.

Kepergian sang ayah seolah tersirat ketika beberapa waktu silam Kang Uted saya temui disela kunjungan sekolahnya di kota tempat saya tinggal. Ia sempat membicarakan kondisi kesehatan ayahnya dengan rasa prihatin.

Pikiran saya tersedot oleh pusaran waktu, kembali menuju duapuluhan tahun kebelakang, di sebuah kos-kosan sederhana yang berada tepat di seberang terminal bus Damri Jatinangor, dekat kampus Fahutan Unwim (dulunya dikenal sebagai AIK).

Saya dan Kang Uted sejak awal hingga menjelang akhir kuliah berada dalam kosan yang sama, Pondok Insun Medal. Karenanya, saya pernah berjumpa keluarga Kang Uted, termasuk almarhum ayahandanya, seorang tua yang baik dan penuh perhatian.

Kang Uted, orang unik itu candanya sealalu khas dan melekat di ingatan. Tentang ayahnya, ia sering menasihati saya agar jangan memintanya, misal titip membelikan makanan, dengan mengatakan 'bungkusna' tapi harus memakai kata 'wadahna'. Mengucapkan kata 'bungkusna' sembarangan berarti mengatakan nama ayahnya secara kurang patut. Canda yang berulang, tapi selalu khas dan menunjukkan kedekatan mereka, ayah beranak.

Lebih dari sekedar lamunan tentang Kang Uted dan keluarganya, berita berpulangnya sang ayah kembali memberi sengatan pada alam pikiran.

Sebagian dari Oxers sudah mengalami kepergian orang-tuanya sejak lama, beberapa tahun lampau, atau bahkan baru saja. Sebagian yang lain belum mengalaminya, meski kehadiran waktu yang menyedihkan itu adalah sebuah keniscayaan. Pelan tapi pasti, atau cepat tapi tak terasa (karena rasa 'betah hidup' yang menipu), kematian menghampiri insan seperti datangnya senja yang tak dapat ditawar-tawar.


Jatah waktu semakin berkurang, menjadi bayang-bayang temaram mengiringi jumlah tahun usia yang semakin bertambah. Kadang itu menjadi agak terasa getir, karena kedewasaan tetap masih menjadi misteri, padahal kehadiran para buah hati menjadi gelayut manja yang membawa banyak tanda tanya.

Saya tak ingin melihat senja -dalam suasana muram- sebagai sebuah fenomena lara, membuat kita menarik nafas dalam dan terantuk ragu. Toh, sebenarnya tak pernah ada langkah yang bisa kita tahan. Waktu, kita tak memilikinya tapi selalu menghabiskannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kisah Kikeu

Imoel's Notes

Foto Djadoel