Tuhan Dunia Maya

Mungkin sama sekali tidak akan pernah terbayangkan suatu saat kita akan begitu dekat dengan teknologi yang beberapa tahun yang lalu dianggap mewah, laptop, handphone, ipad, PC tablet. Kita bukan hanya dekat tetapi telah kecanduan teknologi.

Di tahun awal-awal sembilan puluh sampai dengan tahun dua ribuan, masih banyak dijumpai wartel-wartel dan kita menjadi bagian yang antri untuk interlokal, atau menelepon ke telepon teman. Dulu ketika telepon koin masih menjadi favorit, ada orang marah-marah karena lama ngantri sementara yang nelepon asyik pacaran dengan teman perempuannya diujung telepon. Saya masih ingat waktu di Jatinangor, suka cari telepon ke dekat pertigaan Sayang, dan ke gerbang Unpad ada beberapa telepon koin favorit... hehehe.

Masih sangat ingat juga, diantara orang kaya di kelas kita namanya Choiry, kita pernah wawancara ayahnya untuk kepentingan matakuliah kewirausahaan Pak Rochadi Tawaf, seingat saya beliau gak punya handphone. Sekarang kalau kita lihat ke kampus semua orang tak peduli kaya atau miskin, semua punya handphone.

Komunikasi antar kita menjadi terlampau mudah, murah, ringkas, dan tak berbatas. Seluruh perangkatnya telah menjadi barang pakai yang lebih penting dibanding topi, jam tangan, selendang, atau bahkan anting dan kalung. Menggunakannya sudah menjadi gaya hidup, trend dan sekali lagi candu, kita akan disebut ketinggalan jaman, jadul kabayan atau bahkan kolot bila menolak teknologi yang digunakan kadang untuk sekedar ha ha hehe atau sekedar facebook-an. Hukum sosial hari ini bahwa seluruh barang tersebut adalah wajib adanya, karena memang perlu.

Pertanyaannya, apakah dengan teknologi itu komunikasi kita menjadi lebih baik, apakah komunikasi antara guru dan murid, kepala sekolah dan guru, guru dan orang tua, orang tua dengan murid, suami dengan istri menjadi jauh lebih baik dan jauh lebih berkualitas? Teknologi membantu kita terhubungan puluhan kali lebih baik, adakah kualitas hubungan kita juga puluhan kali lebih berkualitas, puluhan kali lebih nyaman?

Mestinya tidak ada lagi mis komunikasi antara kepala sekolah dengan guru, demikian halnya orang tua bisa sangat mudah memberikan apresiasi terhadap guru dengan sekedar sms, atau komentar di account facebook guru, atau juga bahkan seorang suami dapat mempersembahkan seluruh informasi keberadaannya setiap lima menit satu kali untuk membunuh potensi cemburu sang istri yang juga puluhan kali lebih tinggi, karena tahu betapa mudahnya pasangannya menghubungi mantannya, hanya dengan sms yang kadang-kadang gratis?

Ada fakta lain, teknologi ini membuat biaya untuk beli pulsa per rumah tangga melebihi biaya untuk sedekah dan apalagi untuk beli buku baru. Akumulasi biaya sekedar main game point blank di warnet oleh anak-anak kita jauh lebih lebih besar dibandingkan dengan dana untuk menyantuni yatim piatu. Masih banyak orang berantem karena miskomunikasi, hubungan suami istri banyak tidak harmonis, teknologi memang telah membuat kita lebih dekat, lebih mudah, tetapi ternyata belum tentu lebih bermakna. terlebih ketika alokasi waktu, biaya, tenaga, yang kita korbankan atau anak-anak kita berikan terlampau besar.

Pengeluaran-pengeluaran itu nampak tidak seberapa, tetapi mari coba kita akumulasikan, kalau rata-rata anak-anak SD 5% nya saja setiap hari main game selama 2 jam, jika dalam satu kabupaten ada 200.000 anak SD jadi per hari ada 10 ribu anak SD main atau kurang lebih ada 20. 000 jam per hari, jadi dalam satu bulan bisa 600.000 jam atau jika per jam harus membayar Rp. 3000, jadi per bulan pengeluaran anak-anak kita bisa mencapai Rp. 1.800.000.000 jumlah yang sangat besar, belum lagi pengeluaran penggunaan teknologi lain, misalnya untuk beli pulsa yang jumlahnya jauh lebih besar.

Kita menuju sebuah ekses teknologi yang membawa dampak sosial. Ibu-ibu lebih mencintai dunia maya (sinetron, film, reality show) melebihi kecintaan dan perhatian terhadap dunia nyata, dunia dimana sesungguhnya kita menghirup, makan dan tidur. Anak-anak lebih menyukai game dibanding perang-perangan dengan air dan pelapah daun pisang. Bapak-bapak lebih senang menonton tv mengidolakan para mega bintang lapangan yang sama sekali tidak mengenal kita, dan tidak akan pernah mendoakan bila kita sakit dan meninggal.

Lalu kepada siapa kita persembahkan waktu, uang, tenaga, fikiran, dan hati kita hari ini, jangan-jangan kepada tuhan dunia maya, kepada raja kesenangan, kepada sesuatu yang tak nyata, kepada fatamorgana....

Garut, 24 November 2011
(ditulis oleh Kang Aa tea - Oxer praktisi dunia IT)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kisah Kikeu

Imoel's Notes

Foto Djadoel