Siapa sih yang tidak kenal dengan tanjakan maut dekat bundaran di kampus kita di Jatinangor? Pasti kita semua kenal, karena paling tidak selama satu semester kita selalu 'nikreuh' melewati tanjakan tersebut. Tanjakan ini -dikenal juga sebagai tanjakan 'baeud'- memang menjadi andalan para senior ketika 'membina' kita melalui Mabim dulu.
Sebagian dari kita bahkan konon katanya ada yang pernah disuruh jalan jongkok dari bawah ke atas tanjakan, kebayang kan? Nah, di tanjakan itu pula saya pernah mengalami nasib yang kalo dibilang lucu ya lucu, tapi kalo dibilang memalukan juga bisa dibilang memalukan...
Mobil mungil saya (Su*uki Fellowmack) adalah mobil tua yang mungkin oleh Gayus sekarang sudah dimusiumkan, tapi saya tetap bangga mengendarainya karena mobil itu telah banyak berjasa, antara lain sering digunakan untuk menjemput penceramah dalam acara Keputrian setiap hari Jum’at. Kebayang kan mobil mungil, tapi isinya bisa menyamai mobil kijang, ada kakek, nenek, aa, teteh, mamah, adik alias 'didedet'
Beruntung sekali ketika dipake menjemput penceramah, si mungil belum pernah sekali pun ngadat, berbeda ketika dipake jalan-jalan teu pararuguh (Diar, Atuy, masih inget waktu kita mogok di sekitar UNLA?). Alloh memang Maha Tahu, mana yang baik dan buruk, hehe...
Nah, cerita kali ini berawal ketika suatu hari saya hendak kuliah. Waktu itu entah semester berapa saya sudah lupa, tetapi yang jelas pada awalnya perjalanan berlangsung lancar tanpa hambatan apa-apa.
Masalah baru muncul ketika tiba di tanjakan bahagia. Sebenarnya dari bawah pun saya sudah mempersiapkan fisik dan mental, maklum sebagai supir amatiran dan saya juga merasa belum begitu mahir dalam mengendarai mobil. Saya tancap gas dengan penuh semangat 45 karena memang tanjakannya curam untuk ukuran mobil tua seperti si mungil.
Keadaan di sekitar TKP lumayan sepi karena saat itu sedang panas-panasnya, sehingga mungkin banyak orang yang malas berjalan melewati tanjakan tersebut. Ketika tanjakan sudah terlewati kurang lebih duapertiganya, si mungil tiba-tiba gak mau atau gak mampu meneruskan perjuangannya, padahal gas sudah saya injak sampai habis!
Alhasil si mungil 'ngagorolong' mundur lagi ke bawah. Perasaan saya campur aduk, bingung, takut dan yang lebih banyak sih malunya itu... Tapi saya mencoba untuk tidak mudah patah arang. Saya memulai lagi dari bawah untuk mencoba naik ke atas.
Ugh, ternyata masih gagal! Dan berkali-kali percobaan itu seolah menjadi ikhtiar yang sia-sia...
Saya tidak tahu di percobaan keberapa keajaiban itu muncul (saking gigihnya sampai lupa ngitung). Saya kembali mencoba menancap gas si mungil, dan kali ini nampaknya usaha saya akan berhasil karena saya sudah melewati lebih dari tiga perempat panjang tanjakan. Tapi... hiks... Lagi-lagi si mungil ogah melanjutkan pendakiannya, bahkan perlahan namun pasti si mungil kembali 'ngagorolong'...
Saya sudah pasrah, sampai saya tidak sadar, kenapa tiba-tiba si mungil bisa naik lagi... Ternyata... di belakang mobil sudah ada 2 atau 3 orang mahasiswa -diduga keras mahasiswa MIPA- yang sedang mendorong si mungil untuk melanjutkan sisa pendakiannya!!
"Alhamdulillaah... pertolongan Alloh selalu dekat," bisik saya dalam hati.
Akhirnya terlewati juga tanjakan bahagia alis tanjakan maut itu dengan pertolongan para mahasiswa yang berhati emas. Saya memang tidak sempat berhenti dan keluar untuk mengucapkan terimakasih (karena masih trauma!), namun saya sempat menyampaikan ucapan itu dari dalam si mungil sambil terus menancap gas.
Sesampainya di kampus saya ceritakan kejadian tersebut pada sahabat-sahabat saya yang sudah setia menanti. Kami terbahak-bahak, walaupun sebenarnya dalam hati kecil saya masih ada trauma untuk melewati tanjakan tersebut. Sejak kejadian tersebut, saya memilih jalur berkeliling ke FASA lewat FISIP, yang tanjakannya lebih landai.
Teriring rasa terimakasih saya pada pahlawan-pahlawan MIPA berhati emas, siapa pun mereka, juga pada si mungil yang entah dimana sekarang, makasih udah setia menemani hari-hariku...
Iyank (3/8/11)
Duh, saya blm sempet ngucapin tengkyu sama si mungil yg telah banyak jasanya buat para oxer. Tengkyu y mungil hehe...
BalasHapusSalut sy dg perjuangan Teh Iyank dlm menghadapi berbagai rintangan.
ibun, dibalik sifat femininmu, ternyata dikau seorang yang gagah perkakas ya.....salut buuunnn....chayo!!
BalasHapushehehe...ibun...ibun.... skr si mungil kmn yah... apakah lg ditahan sama komnas Ham Ham gituh...
BalasHapuskemungkinan besar anak2 fisika ya... mereka lagi percobaan tentang gaya gravitasi :)
BalasHapusIyank... lucu baca ceritanya... soal mobil kecil-nya nggak kuat nanjak di tanjakan cinta kampus jatinangor... hehehe. Salut atas cerita yang mengharukan ini.
BalasHapusTapi, bener nih hanya karena cc mobilnya yang kecil, sehingga tidak kuat nanjak... ATAU..?
Atau, sebenarnya, Iyank penganut ilmu HEMAT,, itu lho iklan provider telekomunikasi-nya Smart... "Hemat Beib! Pak, bensin 1/2 liter aja!"... hahaha piss Sist...
wow....Subhanalloh....Kang admin emang patut diacungi 4 jempol nih....
BalasHapustulisan saya yg biasa2....jd nampak sangat rrruuaarrr biasa dg sentuhannya....htr nhn nya....
@oxer cewe : makasih atas dukungannya, hehe...
BalasHapus@cutkikeu : perkakas....??? eta mah atuh sabangsaning obeng,konci inggris, dll....
@idanz: si mungil tos dimusiumkeun jgna...
@pengamat otomotif : betul banget...
@avj : gak lah....saya bkn penganut aliran spt itu, walaupun mmg hemat amat sangat penting dan dianjurkan, demi masa depan yg cerah ceria, wkwkw...
inget si mungil.. pasti tak lupa dengan supirnya yang imoet bin moengil..polisi pernah bertanya waktu bikin SIM.."katingali kitu jalanna neng?"..(ampuun yank...ampuun...!!!)
BalasHapus@imoel : hahaha...jahat nian dikau....
BalasHapustp sengaja kok milih si mungil teh kan biar sesuai dengan ukuran tbh, jd jalan pasti katingali.... hehe.....