Kisah Pedet Yang Malang

Cijanggel menjadi tempat perjuangan kami untuk mendapatkan gelar SPt (pengganti gelar Ir. alias Insinyur peternakan yang menurut anggapan sebagian masyarakat lebih 'keren'). Kami berada dibawah bimbingan Pak Soeparwoto, yang biasa dipanggil Pak Soep, pimpinan PT. Cijanggel yang kami segani.

Pak Soep adalah seorang Insinyur teknik kimia alumnus ITB yang memiliki etos kerja super disiplin, meski terkadang amat kental dengan gaya FEODAL. Beliau menerapkan seluruh praktek agribisnis secara terpadu antara usaha sektor pertanian dan peternakan. Bahkan kami mendapat pengembangan pengkajian teori dan wawasan pada sesi 'kuliah tambahan' di malam hari.

Cijanggel terkenal dengan mitos 'neraka' PKL yang legendaris, salah satunya karena jadwalnya yang padat. Kami menerima 17 jam kerja lapangan dari jam 5 subuh sampai jam 10 malam, dimulai pemerahan pagi diselingi sarapan dan 'wajib minum susu murni', tidak boleh dicampur apapun (meskipun begitu diam-diam kami sering menyelipkan cokelat atau kopi bubuk di saku celana lapangan, siapa tahu lolos tak terpantau saat minum susu), dilanjutkan pekerjaan mencangkul, menyetek, menyiangi dan memupuk.

Seringkali pekerjaan kami ditongkrongi langsung oleh beliau yang dengan kejam melarang para mahasiswa untuk mengangkat kepala atau punggung meski pinggang pegal serasa hampir patah.

Bertumpuknya beban pekerjaan membuat kami stress, dan efek sampingnya segera terlihat. Setiap hari Jumat kami mengikuti jadwal penimbangan berat badan, dan ternyata bobot kami meroket naik... Mau tahu kenapa? Karena kami makan persis seperti 'tukang macul', dan hal itu didukung oleh menu yang bagus serta ada konsumsi obat cacing rutin.

Mitos mengerikan tentang tekanan manajemen Pak Soep sebenarnya sudah lama terdengar, mulai dari kasus saling berbalas tendangan antara Teh Nci dan sapi, atau kisah Kang Iwan 'Chiwonk' dilengserkan paksa dari singgasana kursi malas Pak Soep yang dialasi bulu harimau.

Kami yang terkekang sempat pula seolah terbius euforia dan berpesta pora merayakan jadwal rutin Pak Soep turun ke kota, sembari tak sadar bahwa beliau sebenarnya sudah ada di kamarnya. Pak Soep memergoki kami yang bersantai ria di depan tivi, padahal selama praktek kami dilarang menonton tivi selain berita. Kami bahkan tak pernah berani menonton bersama beliau karena pasti banyak pertanyaan dan pembahasan yang 'serba salah' untuk dijawab.

Setiap tim PKL biasanya menangani suatu kasus yang menjadi bahan laporan kerja.
Kami saat itu menangani pedet dari mulai sebelum lahir sampai kemudian dipisahkan dari induknya sejak lahir untuk menjaga kualitas susu konsumsi.

Entah karena saya dianggap keibuan (anggapan salah yang fatal, sebagaimana anggapan Emir), atau karena saya sudah duluan menjadi ibu-ibu (terbukti saat praktek membawa bayi), maka Pak Soep secara 'special' selalu memanggil saya dalam penanganan pedet itu. Hal itu berlangsung pada saat pemerahan pagi, mulai dari memasak bubur pedet (campuran dedak dan susu murni, susu skim, dimasak dengan suhu terkontrol 90 C dan diberikan dalam kondisi hangat 60 C, tentunya tidak boleh kurang atau lebih terukur dengan thermometer), sampai dengan penanganan pengobatan.

Nyatanya saya justru sering ketakutan! Baik dari mulai menyalakan kompor gas 'jadul' yang dinyalakan manual dengan korek atau mengukur suhu dan memberikannya pada pedet, setiap pekerjaan dan gerakan kami tersebut diawasi dengan sudut mata Pak Soep, meskipun posisi beliau menghadap tivi sembari menyimak berita. Kami menyadari hal itu karena bentakan peringatan 'ala belanda'-nya tak pernah sepi terdengar.

Tanpa melihat pun beliau selalu merasakan pekerjaan yang salah atau kurang pas. Terus terang, dibanding mabim atau jurit malam yang penuh teriakan tatib pun rasanya lebih mengerikan kalo bersalah di depan beliau. Pak Soep lebih teliti dari dosen 'pembahas' dan lebih galak dari 'TATIB'...

Semakin hari pedet yang berusia 4 hari itu semakin bermasalah, dan saya diwajibkan mencatat di buku harian evaluasi mengenai sekecil apapun perkembangan pedet itu, mulai dari makan buburnya yang tidak habis (mungkin karena suhu matangnya yang sering tak diukur kalo lolos dari pengawasan), sampai pada perkembangan fisik dan metabolismenya.

Perkembangan pedet semakin menurun dalam catatan harian itu.

"YOU!!!.. Sini!!!" panggilan khas Pak Soep mengetarkan jantung kami. Tangannya melambai ke arah saya. Waduh!

"Itu pedet YOU suntik vitamin!!"

"Dosisnya Pak?" saya balik bertanya dengan ragu.

"Lihat di labelnya!!" bentaknya.

Ndilalah, di label itu tidak tertera petunjuk untuk pedet, yang ada adalah untuk babi, kuda dan sapi dewasa. Perasaan takut salah mulai merambati batin saya.

"YOU gendong Si Agus (Opick)! Itu berapa kilo?" telunjuk Pak Soep menuding Opick dengan muka dingin dan datar. Besarnya pedet itu sama dengan dia.

Saya 'terpingkal-pingkal' dalam hati (mana berani tertawa di depan beliau, bisa-bisa dihukum mencangkul berhektar-hektar), karena Opick memang ditakdirkan menjadi makhluk paling kurus diantara kami...

Akhirnya berat Agus ’Opick’ saya konversi dengan berat pedet itu untuk menjadi acuan penyuntikan vitamin intramuscular. Semalaman saya berdoa agar pedet itu sehat kembali...

Keesokan harinya saya hampiri pedet itu dengan perasaan deg-degan. Ternyata malah moncongnya mengeluarkan lendir dan matanya berair. Saya dipanggil lagi untuk membuat catatan harian dan menyuntikan antibiotik (tentunya tetap dengan dosis sesuai konversi berat badan Opick lagi).

Saya amat terbeban karena Pak Soep melarang yang lain menggantikan tugas saya. Penyuntikan antibiotik itu kemudian diulang lagi dua kali setiap selang dua hari.
Tapi malang tak dapat ditolak, bukannya tambah membaik, pedet yang malang itu malah ngorok dan tak kuat bangun lagi...

Saya sudah putus asa dan mendoakan pedet itu kembali aja ke rahim induknya (emang bisa???), karena dari sejak lahir pedet itu sudah membuat kami sengsara. Kami harus berjaga kalo-kalo dia terlahir malam hari (karena memang aturannya kami harus stand by 24 jam khusus untuk penanganan kelahiran). Sampai-sampai kami terpaksa menjanjikan sogokan pada kang Utis salah satu oknum pegawai kandang agar pedet itu bisa terlahir di siang hari...

Hampir 14 hari perjalanan PENELITIAN penanganan pedet itu, akhirnya saya tutup buku harian itu dengan KEMATIAN TRAGIS sang pedet malang korban malpraktek.

Ajaibnya, wajah dingin Pak Soep yang kami sangka akan berubah menjadi marah ternyata malah tidak muncul. Beliau justru dengan senang hati menjelaskan kepada kami bahwa setelah dilakukan bedah bangkai, pedet itu terkena pneumonia bawaan...

Kawan-kawan, ini memang unrevealed facts, alias kisah rahasia. Laporan tentang pedet yang malang itu tidak pernah terbit dalam Kertas Kerja Laporan kami, baik secara pribadi maupun kelompok. Sebabnya sederhana saja, yaitu kami menghindarkan diri dari dampratan Pak I***n Al*x S*wi. Jujur saja, kami tak berani terima...

"YOU!!! Yang mentertawakan di pojok sana!! Cepat buat juga Laporan AIB PKL nya!! Selesai tidak selesai dikumpulkan!!!"

dikirim dengan penuh semangat oleh Imoel,
diedit dengan bersahaja dan penuh keharuan oleh Yzk

11 komentar:

  1. Terharu sayah membaca laporan PKL dari rekan Imoel di Cijanggel perjuangan. Two thumbs up -> Chicago Chronicles, bgitu ulasan yang sayah baca sekilas tadi, hehe.
    Kalau laporan pandangan mata PKL detail seperti saya tidak punya, tapi bocoran foto PKL di PT feedloter di Sukabumi, ada beberapa bocoran oxerleaks siap dikirim ke admin (jika lolos seleksi tayang itu juga, akan penuh sensor dimana mana sepertinya)

    BalasHapus
  2. tatanggana si guru02 Maret, 2011

    wah...tidak salah anggapan sayah mah, bisa jadi keibuan buat sapi, atau juga keibuan yang Kejam teh Imoel. daripada sy tulis wajah kepembantuan...mau pilih yang mana? sok ateuuhhhh.

    BalasHapus
  3. @hahaha...iyen untung dikau tdk dilaporin ke IDI ya, karena malpraktek. lagian yen, itu PKL apa romusha ssiihh.....
    @ adriiii....awas yaaa kalo foto yg dikirim ke agen oxerleaks nya yg engga-engga...bisa2 saya nyewa ruh*t sit***pul niihh....(suudzon.com)

    BalasHapus
  4. tatanggana si guru02 Maret, 2011

    sekarang ini yang Jujur teh....saya amati kalo T Imoel dbalik profil TATIB yang judes galak binti bengis ternyata tersimpan sifat keibuan.....sayang terhadap anak, pengertian sama temen (tanya sama yg sering naik gunung babarengan!), pinter masak (meureun)...insya alloh ibu yang tokcer....punten ah pangambung bilih beukah!! itu saja. kalo AVJ ngasih 2 jempol...maka sy empat jempol, 2 jempol tangan, 2 jempolol kaki...bari ngagoler saya na oge yeuh. mangga ah tunduh. hatur nuhun

    BalasHapus
  5. mamang admin03 Maret, 2011

    sehubungan rencana Mas AVJ mengirim foto2 telah mendapat sorotan dan kewaspadaan dari Mbak Kikeu, maka kami menyarankan kepada yang bersangkutan (AVJ), daripada foto2 tersebut menimbulkan kontroversi yang pada akhirnya membuahkan hal-hal yang mana bahwasanya merupakan pabaliut di Ox92.net, makaaa... (ngarenghap heula...) sebaiknya SEGERA DIKIRIMKAN!! sekian...

    BalasHapus
  6. Cijanggel... oh.. cijanggel..., aku malah kangen pengen ke sana.

    BalasHapus
  7. tatanggana si guru03 Maret, 2011

    ternyata cerita T iyen sangat bertolak belakang dengan nasib yg kami alami d Cijanggel meskipun cuma saya yang pang Kasepna, SANGAT BERKESAN ....hanya 1 yg bikin saya geuleuh..kalau pagi2 sdh beres mandi jeung kasep...disuruh nangani PEDET. (eta kurang azar eta pedet teh!)

    BalasHapus
  8. @tatanggana si guru: mungkin krn tim kita banyak gadis manisnya (bc: nu kasep mah teu ngaruh.. piss ah) jd Pak Soep dan para pegawainya baik2 sama kita.

    BalasHapus
  9. tatanggana si guru03 Maret, 2011

    di cijanggel teh teu kiat k kumisna kang Utis....ih meni....geunyal!

    BalasHapus
  10. hahahaha.... bodor dikau mah....
    ternyata pernah pengalaman melakukan malpraktek nya...? pantesan kelinci2 kita pas penelitian jg byk yg mati (ssttt...rahasia lho...) mungkin jg akibat malpraktek nya....? hehehe...pisss ah...

    BalasHapus
  11. aduh punten surunten nembe gabung deui da abdi mah di nagara beling tea,.. keuheul ku lemod sinyalna..
    manawi ieu seratan teh teu lolos sensor...
    kang tatanggana s guru; nuhun suruhun tah jempol teh ditampi pisan...sok kaluarkeun deui pami aya keneh jempolna mah...
    @Iyank: ke antosan ateuh episode kelinci2 kita tea mah...
    semoga jaya terus oxers...(jempolna 10 tah...!)

    BalasHapus

Kisah Kikeu

Imoel's Notes

Foto Djadoel