Tiga Jahitan Berhadiah Kepompong dan Satu Cinta

Tanggal 23 Februari 1995, yang bertepatan dengan 23 Ramadhan 1415 Hijriah, atau hari Kamis pon 23 Poso 1927 - Dal (penanggalan Jawa), adalah jatuh pada bulan suci puasa, dan perkuliahan sudah memasuki masa menjelang libur Idul Fitri. Sebagian teman yang domisili asalnya jauh dari Jatinangor sudah banyak yang pulang mudik, meskipun masih ada kuliah satu hari lagi tersisa.

Saya malas banget sahur di pagi hari menjelang subuh itu, karena terbawa suasana kosan yang mulai sepi ditinggal penghuninya, dan pedagang makanan yang mulai berkurang jumlahnya. Meski begitu, sebagai mahasiswa yang sangat mementingkan menuntut ilmu sebagai bekal perjuangan untuk memajukan bangsa dan negara, sebagai pelaksanaan cita-cita proklamasi 17 Agustus 1945, dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur membahagiakan orang tua, maka pagi harinya saya tetap berangkat kuliah seperti biasa.

Beres sudah kuliah, dan menjelang sore, saya dan R langsung berburu DAMRI sampai gerbang IK*PIN. Maksudnya sih biar kebagian tempat duduk, hal biasa yang dilakukan oleh para pencinta bus DAMRI. Sayang seribu sayang, tetap saja kami gak kebagian. Untunglah, karena pada dasarnya kami berdua niat dan hobi banget shopping, acara berdesakan dan bergelantungan dalam bis hari itu tetap dijalani dengan gagah perkasa dan riang gembira.

Setelah berjuang sampai titik darah penghabisan dalam bis, akhirnya sampai juga kami di sebuah pertokoan di bilangan Jalan Merdeka Bandung. Waktu sudah menunjukkan pukul 17.00 WIB. Sambil menunggu berbuka, kami memutuskan untuk ngabuburit di toko buku saja.

Suddenly, masih di pelatarannya... belum sempat masuk ke toko buku yang kami tuju, tiba tiba mata saya berkunang-kunang, dunia serasa berputar, lalu semuanya menjadi gelap!

***
Saya tersadar satu jam kemudian di kantor sekuriti toko buku tersebut. Ada R yang menunggui saya dengan wajah dicekam kepanikan.

"Abis kamu pingsannya kelamaan sih, " katanya. Berarti kalau saya pingsan hanya beberapa saat saja, dia nggak akan terlalu panik ya.

Setelah benar-benar siuman, ternyata banyak teman-teman lain di sekeliling kami. Belakangan saya tahu, mereka dihubungi R begitu saya pingsan. [Waduuuhh... maaf yaa... sudah merepotkan kalian!]

Dengan diantar mobil teman, saya pergi ke sebuah RS di daerah Cikutra. Menurut dokter, bibir saya harus dijahit 3 jahitan. Ngeri juga. Tapi berkat teman-teman yang memompa semangat saya, akhirnya saya punya keberanian. Bahkan setelah itu mereka mengantar saya sampai Jatinangor, meskipun rata-rata dari mereka bertempat tinggal di Bandung.

Kejadian tersebut sangat berkesan dan mengharukan buat saya. Disaat jauh dari keluarga, ternyata keberadaan teman sangat berarti banget. Mereka menghibur ketika sedih, menemani ketika sakit, membuat tertawa ketika gembira. Hhmm... indahnya menjadi anak kos..... So sweet, manis bangeeett... Thanks ya, temaaann...

O ya, kejadian di toko buku itu ternyata hanya membuat saya kapok beberapa hari saja. Setelah itu, saya back to habit. Beredar mall to mall... hehe.. Iyalaahh... Bagaimana mungkin saya bisa kapok, karena berkat peristiwa itu justru akhirnya saya bisa 'jadian' dengan mantan pacar saya, yang sekarang sudah menjadi bapak dari dua orang anak kami... ;D