Jin Hideung Penunggu Cijanggel

Cijanggel terkenal dalam legenda sebagai perusahaan agrobisnis, dan sekaligus merupakan tempat Praktek Kerja Lapangan TERSADIS sepanjang sejarah mahasiswa FAPET UNPAD. Tempat itu akhirnya kuterima menjadi tantanganku...(sebenernya mah pilihan terpaksa, karena itulah kloter pertama keberangkatan PKL tahun itu, dan jika kutunda untuk pilihan lain, aku merasa sudah 'agak terlambat' untuk segera lulus).

Kami berlima yang memilih PKL di tempat itu adalah aku sendiri, Teh Wily, Kang Uan 'Ustadz', Kang 'Opick' Agus F., dan Kang Dadang ’91. Kami segera menyiapkan mental untuk ditempa disana.

Saat PKL itu kubawa serta 'baby F1 Ox' yang masih berumur 4 bulan, dan kami mendapatkan tempat di rumah adik Bos PT. Cijanggel. Anakku, bayi mungil generasi penerus Ox, sehari-hari ditemani Emak yang setia menemani cucu tercintanya.

Aku, bayi, Emak, dan Teh Wily tinggal di rumah tua yang hampir ambruk dan nyaris tak pernah tersentuh manusia. Rumah itu terletak sekitar 400 meteran dari lingkungan farm, terpencil, tak memiliki tetangga, dan berwujud rumah tua yang sudah lama tak dihuni. Konon pemiliknya sudah puluhan tahun ke luar negeri ikut suaminya yang 'orang bule'.

Rumah itu selama ini hanya dijaga oleh Bi Rukiyah, juru masak perusahaan yang tinggal di gubuk terpisah. Itupun Bi Rukiyah hanya pegang kunci, tak pernah sekalipun berani masuk. Sementara itu, para pejantan Oxer bertempat tinggal terpisah jauh di rumah bos PT. Cijanggel.

Rumah itu begitu kotor, perabotannya dingin dan berdebu tebal. Lebih dari setengah bagian depannya hampir ambruk ke kolam (rumah itu di atas kolam yang terkadang kami bayangkan ada NESI makhluk berleher panjang menjulang dari tengah riakan airnya...)

SENYAP DAN ANGKER... itulah gambaran yang cocok. Lukisan dan koleksi buku-buku berbahasa Inggris dan Belanda menumpuk begitu saja di pojok lemari yang sudah lapuk dimakan rayap. Ruangan-ruangan menjadi istana yang cocok bagi laba-laba yang membangun rentangan sarangnya kesana kemari, yang membuat jeritan Teh Wily terdengar berkali-kali.

Naluri kami sebagai manusia yang memiliki jasad kasar telah merasakan ada yang aneh disini, bahkan bayi mungilku yang biasanya anteng juga sering gelisah merasakan sesuatu yang tidak nyaman...

***

Tugas rutin yang paling berat (tidak kalah berat dengan mencangkul) adalah menyetek sayuran atau memupuk hamparan RANCH yang berhektar-hektar). Kami juga berangkat pulang pergi di waktu gelap, yaitu subuh jam 5 tepat untuk pemerahan pagi dan KULIAH MALAM yang dimulai jam makan malam sampai jam 10 malam.

Tidak jarang kami minta diantar pejantan-pejantan Oxer nan baik hati ketika pulang kuliah malam karena tak kuasa menahan 'borangan' alias ketakutan akan kegelapan jalan yang sepi dan tak pernah lepas dari kabut.

Suatu hari menjelang malam (malam Jum’at Kliwon kayaknya)... Dari sebelum magrib, aku tetap mendekap bayi mungil sembari menunggu Emak bergantian sholat... Kali ini yang gelisah adalah Teh Wily, dia merasakan sakit yang amat sangat di bagian perutnya karena sedang dating tamu rutin bulanan...

Kami sudah mendengar kisah horror dari mulut Bi Rukiyah, orang yang sebenarnya lebih banyak diamnya di interaksi keseharian kami. Bagi kami Bi Rukiyah yang setia mengabdi di Cijanggel pun cukup misterius. Setahu kami Bi Rukiyah selalu masuk sebelum magrib dan tak pernah keluar lagi dari gubuknya sampai esok pagi. Begitu setiap harinya.

Bi Rukiyah sering bungkam kalau kami tanya tentang hal-hal berbau mistik, seolah menutup-nutupi sesuatu. Tapi dia sempat menyampaikan mitos itu, bahwa DILARANG melewati BATU BESAR di tikungan menjelang magrib bagi yang lagi 'halangan'... Sayangnya, setiap hari kami harus melewatinya menjelang magrib...

***

Malam itu Bi Rukiyah tergopoh-gopoh masuk dan segera mengunci gubuknya, setelah mendesis lirih menebar ketegangan.

"Si Neng teh ADA YANG GANGGU!!!" katanya...

Setelah dibacakan ayat-ayat suci Alquran, bahkan diberi air putih dari pembacaan surat Yasin, sakit Teh Wily agak reda. Naluri keibuan dari Emakku mengatakan hal yang sama dengan 'terawangan' Bi Rukiyah...

Malam itu sebenarnya kami berharap mendapatkan dispensasi untuk tidak kuliah malam, namun tidak cukup nyali untuk melanggarnya. Akhirnya aku dan Teh Wily berangkat sembari menggunakan baju tiga lapis untuk menahan dingin, lengkap dengan kaos tangan dan kaos kaki tebal. Kami berangkat berbekal senter yang cahayanya mulai redup dan tak mampu menembus kabut.

Kabut malam itu begitu tebal. Pandangan mata kami hanya dapat jelas melihat untuk jarak tak lebih dari 1 meter, itupun dengan bantuan senter. Kami berjalan sembari berdekapan tangan, menyusuri senyapnya hamparan ranch yang lengang, tanpa rumah di kanan kiri jalannya. Sesekali bayangan daun dadap dari pagar hidup sekeliling ranch terlihat melambai dihembus angin. Suasana semakin terasa menyeramkan...

Semakin mendekati batu besar di tikungan, semakin tinggi frekuensi komat-kamit mulutku dan Teh Wily. Bacaan-bacaan sakral itu bahkan mulai seperti gumaman yang semakin keras. Gerimis menambah kerasnya tengkuk kami yang kedinginan (meski dibalut jaket, sweater, syal, jilbab, dan entah apalagi...)

Sebenarnya kami berharap sekali akan bertemu dengan siapa saja penduduk sekitar, tapi sayangnya selama ini setahu kami penduduk disana tidak pernah keluar rumah setelah magrib. Mereka memilih mengunci rapat-rapat pintu rumah mereka, entah mengapa.

Tinggal beberapa meter tikungan itu... dan tiba-tiba sebuah BAYANGAN HITAM terlihat samar-samar. Meski tak terlalu jelas, tetapi penampakan itu dengan segera merubah dekapan kami berubah jadi cengkraman. Bayangan itu semakin mendekat, dan cengkraman tangan Teh Wily semakin kuat terasa di lenganku. Komat-kamit kami semakin tak karuan bunyinya.

Pada jarak tak kurang 2 meter dari bayangan hitam itu, kompak kami mempercepat langkah dengan menjauh ke sisi jalan yang lain. Kaki rasanya 'pabeulit' dan bacaan ayat kursi di mulut kami semakin keras... Leher kami kaku, tak kuasa menoleh ke arah wajah bayangan hitam itu pada waktu berpapasan. Teh Wily memilih memejamkan mata daripada kecolongan melihat wajah bayangan hitam itu.

Tapi dengan lirikan penuh rasa takut aku menangkap bayangan itu pun memutar balik mengikuti langkah kami selepas berpapasan.

"Wil... Wily...," suaraku bergetar, "Naha nuturkeun urang eta nu ngabelegedeg teh??"

Kami mempercepat lagi langkah, tapi bayangan itu semakin cepat pula di belakang kami. Bayangan hitam itu mengejar kami yang berlari pontang-panting menuju gerbang perusahaan. Tak kuasa lagi menahan ketakutan, suara kami meledak seketika menjadi teriak sekuatnya.

Rasanya itulah pengalaman horor paling menakutkan sepanjang hidupku. Lebih horor dari novel-novel Abdullah Harahap yang sering kubaca sewaktu SMP.

Langkah lari kami berhenti seketika, saat terdengar suara teriakan memelas.

"Yeeen... Wiiil... Dagoan urang!!!" bayangan itu berseru sambil melambaikan tangannya yang mirip sayap kelelawar.

Makhluk itu adalah 'Opick' yang terpaksa bergelut dengan rasa takutnya karena ditugaskan Pak Soeparwoto untuk menjemput kami yang datang terlambat malam itu ke kuliah malam'. Tampilan Opick memang menyeramkan, lebih mirip JIN HIDEUNG di kegelapan malam. Ia memakai ponco karena ada gerimis, sementara wajahnya hitam gelap dibalut kerepus hitam. Ia 'noroktok' kedinginan...

Rupanya dia pun merasa tercekam dalam kesendirian menjemput kami. Tak ada maksudnya menakuti kami, sebaliknya malah dia takut melihat kami berlari. Dia fikir ada yang menyeramkan di belakang kami, yang menyebabkan kami berlari... Tentu saja dia juga tidak cukup keberanian untuk menoleh ke belakang...

Jadina "NU SIEUN SIEUNEUN KU NU KASIEUNAN"

based on true story from Imoel
note: " Wily,.. Uan.. Opick.. where are you??? I miss u all"

edited by @yoezka

16 komentar:

  1. waah...imoel, spesialis horror yeuh... (kade kang admin, penggunaan nama sudah atas izin yang punya tempat belum..?? soalna di Karawang mah pengunaan nama tempat teh janten rame... ) :)

    BalasHapus
  2. hi hi hi.... kabayang opick gegeleberan ngangge ponco....,

    BalasHapus
  3. Iyeeenn...iyen, ternyata dikau spesialis horor dan mistis...kayaknya sih gara gara waktu SMP udah baca abdulah harahap, salah dong yeeen...anak SMP mah cocoknya baca fredi....wakakakak...

    BalasHapus
  4. @ Toey : Biasa ini, setelah Admin YZK melewati konflik batin lama, "terbit tidak? Terbit Jangan" Akhirnya, yang menang adalah : "Kagok edan,, Bae ahhh!!!" Sudah desperado beliau..

    @Emir : masih takut-takut anda menulis tentang kiprah Ibu-Ibu 92? Malu ah,, sama dada bidan.. hayam urang jiga maneh!

    @Imoel : lanjutkan karyamu Ibu, Bagus! Saya sampai ikut ngadaregdeg bacanya. Terus berkarya menulis feature tentang alam dunia lain 92, sisi lain dunia yang hanya dapat diketahui oleh salah satu nya Ibu Imoel, meureun...hehe

    BalasHapus
  5. ari diterbitkeun, bisi dipalotres... meni murudul atuh lah, tjenah...
    ari teu diterbitkeun, rareang sms, email dst dst... gimana neh, karya sayah teu dimuat-muat, puguh sayah nungguan honorna tjenah...
    dilematis mang utis!

    BalasHapus
  6. aneh ya... iyen mah suka ngalamin yg serem2 begitu... padahal saya jg PKL di situ yg ada malah asiik... hehe.. bisa minum susu setiap pagi, makan 4 sehat 5 sempurna pokona mah, bahkan bisa luluran pake susu hasil perahan sendiri...masih ingat kan ceu erna, ceu neni, ceu sri? (kamarana nya mereka...?) yg ada cuma kang emir (yg jadi raja minyak waktu itu hehe...)

    BalasHapus
  7. tatanggana guru22 Februari, 2011

    haahaha....jd isin. dikasih jatah susu 1 lt/hr eh, dapatnya 2 lt, jigana yg 1 lt teh bonus nya???, menu nasi goreng plus sosis yg tersedia d kulkas rmh anaknya yg paviliun......ampun....ampun eta lalakon.

    BalasHapus
  8. iyen ngalaman teu nya, nyolokan telpon Pak Sup yang suka dikunci itu???

    BalasHapus
  9. htrnuhun ah..sadayana...teh tie eta mah teulangkung dari sisi mana urang nyarioskeuna..komedi, romantika, misteri, kolosal atanapi action (naha geuning jiga film nya?) abdi tos pameng dikontrak kanggo spesial 'mistik'..tah DP na oge can seep...
    manawi duka gaduh turunan mistik timana ieu teh...
    da eta teh "tru reality" pisan..

    BalasHapus
  10. perkawis nyolokan telpon da abdi mah bageur..tara teh tie...(pan abdi mah di bumi bu sri minepna teu aya telponan) duka pami kang opick srng kang dadang (pami kang uan mah percanten moal)..tapi perkawis kisah pesta pora pami dinten rebo pak Soep lungsur ka lembang..manawi ke di episode payun....

    BalasHapus
  11. iyen memang begeur... tapi bageur keneh imoel ah...

    BalasHapus
  12. hahaha....bodor pisaan....awalna meni tegang.....
    eeh...terahirna gening jadi hyg seuri....
    teh imoel....ayo ditunggu lagi cerita horor selanjutnya....
    eh, bagi2 atuh DP na.....hehe

    BalasHapus
  13. @iyank; kan tos dianggo tea geuning...he.he..
    sebetulnya da lagi bikin klimaksnya teh penulis ge teu kuat terpingkal-pingkal bari rambay cisoca.. ngabayangkeun abdi srng t wily pias lumpat diudag opick nu tibuburanjat oge ...

    BalasHapus
  14. nakimoel,,05 Mei, 2011

    wwwoWWW,, ummi TOP B.G.T,,
    kocak,, kocak,, kocak,,

    BalasHapus
  15. heeebbbaaatttt..... coba di buat FTV.. seru jigana... saat baca... saya kayak yg senam muka nih... awalnya kerung, terus tegang...akhirnya ngabarakatak...hahaha...

    BalasHapus
  16. fans horor26 Mei, 2011

    mana lagi donk karyamu...kami fans beratmu nunggu2 yeuh....ieu teh penulisna nu males atau adminna nu pundung?

    BalasHapus

Kisah Kikeu

Imoel's Notes

Foto Djadoel